Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Budidaya Tanaman Jewawut

Budidaya Tanaman Jewawut - Tanaman Jewawut membutuhkan lingkungan tumbuh yang optimal untuk menghasilkan produksi yang lebih tinggi.  

Budidaya tanaman jewawut

Namun jika kondisi lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan tanaman ini tidak dapat dicapai tanaman ini tetap dapat berproduksi. 

Untuk tanaman jewawut bisa ditanami di daerah dengan dengan curah hujan kurang dari 125 mm selama masa pertumbuhan yang pada umumnya 3-4 bulan.

Tanaman ini tidak tahan terhadap genangan dan rentan terhadap periode musim kering yang lama. Setelah melewati fase perkecambahan meski terjadi musim kemarau yang berkepanjangan tanaman ini tetap mampu bertahan hidup dan berproduksi di daerah tropis, tanaman juwawut dapat tumbuh pada daerah semi kering sampai ketinggian 2000 meter di atas permukaan laut. (Oelke, et al., 1990). 

Berikut tahapan cara budidaya tanaman jewawut yang baik dan benar agar mendapatkan keuntungan yang maksimal,

Tanah dan Pengolahan Tanah

Tanaman juwawut menyukai lahan yang subur dan dapat tumbuh dengan baik pada berbagai jenis tanah, seperti tanah berpasir hingga tanah liat yang padat, bahkan tetap tumbuh pada kodisi tanah miskin hara atau tanah pinggiran (Grubben dan Partohardjono,1996).

Jewawut dibudidayakan sekali dalam setahun di lahan kering atau tanah tegalan. Penanaman jewawut biasanya dilakukan pada akhir musim hujan. 

Tanaman jewawut, umumnya ditanam secara monokultur dan belum diusahakan secara intensif dan masih dijadikan tanaman sampingan, sehingga belum ada pola tanaman tahunannya yang jelas. 

Tanaman Jewawut tidak membutuhkan pengolahan tanah yang intensif untuk pertumbuhannya, pengolahan tanah dilakukan dengan interval waktu satu minggu sebelum benih ditanam. 

Oleh sebab itu pengolahan tanah yang akan dipergunakan sebagai lahan penanaman jewawut dapat dibagi pada 3 kategori sesuai kondisi lahan yang ada: 
  • Lahan yang baru perlu dilakukan pembersihan seluruh bagian tanaman atau gulma, kemudian membajak atau mencangkul untuk membantu membersihkan semua bagia tanaman yang ada serta memberi penggemburan tanah sehingga perakaran jewawut lebih mudah berkembang.
  • Lahan dengan tingkat kesuburan lumayan, dapat dilakukan dengan membersihkan gulma yang ada dan kemudian  dengan mencangkul sedikit saja bagian tanah yang subur guna mencegah tanah yang banyak humusnya tidak tertanam kembali kebagian yang dalam.
  • Lahan dengan tingkat kesuburan yang baik, dapat dilakukan dengan sistem TOT (Tanpa Olah Tanah) dengan menggunakan herbisida atau dengan membersihkan gulma secara konvensional. 

Tanah yang telah diolah sebaiknya dibuat guludan sesuai kebutuhan dan kondisi tanah dengan tujuan pembuatan guludan adalah memperbaiki drainase dan mencegah penggenangan air.  

Panjang guludan disesuaikan dengan panjang lahan, tinggi tumpukan tanah/guludan sekitar 25–30 cm dengan lebar dasar sekitar 30–40 cm.

Penggunaan Benih Bermutu dan Varietas Unggul

Benih jewawut yang akan ditanam sebaiknya mempergunakan benih bermutu dari varietas unggul dan bersertifikat dengan label biru. 

Dalam pemilihan benih memang harus memilih varietas yang unggul karena benih menjadi salah satu hal yang terpenting dalam menunjang keberhasilan budidaya jewawut.

Untuk dapat diterima sebagai benih bermutu, benih harus mempunyai mutu genetik dan mutu fisik yang baik serta harus tersedia dalam jumlah dan waktu yang tepat, harga yang wajar, serta input produksi yang dibutuhkan efisien.

Sampai saat ini, belum ada varietas unggul jewawut yang telah di lepas. Umumnya masih merupakan varietas lokal. 

Tanaman jewawut dapat diperbanyak dengan pembiakan generatif yaitu menanam dengan menggunakan biji. 

Kebutuhan benih adalah 8-12 kg ha-1. Benih yang digunakan biasanya berasal dari petani setempat atau benih lokal. 

Untuk penyimpanan dalam jangka panjang diperlukan perlakuan khusus seperti mengeringkan benih hingga kadar air benih mencapai optimal yaitu sekitar 12% jika benih akan disimpan dalam waktu yang lama sehingga viabilitas benih tetap terjaga.

Benih yang akan ditanam direndam terlebih dahulu dengan insektisida yang bertujuan menghindarkan benih yang ditanam dari semut. 

Benih yang digunakan harus memiliki daya kecambah >80% dengan vigor yang baik dan tidak tercampur dengan benih lain atau varietas lain, dan tidak mengandung organisme pengganggu tanaman (OPT) (Rismunandar, 1992).

Penanaman

Penanaman tanaman jewawut sebaiknya dilakukan pada akhir musim hujan yaitu antara bulan Maret-April. Di India, tanaman ini sering ditanam dalam campuran dengan padi-padian, kapas dan gandum. Penanaman dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu: (Anonim, 2007).

Benih yang memenuhi syarat dihambur di atas lahan yang telah dipersiapkan. 

Setelah penghamburan kemudian dilakukan penggaruan agar benih tertanam dalam tanah dan dapat tumbuh dengan baik.

Cara larikan 

Pada lahan yang telah dipersiapkan dilarik dengan alat larikan dengan menggunakan bajak kecil, cangkul dan sebagainya. 

Benih dimasukkan dalam larikan secara hati-hati dengan kedalaman 2,5-5,0 cm. Larikan kemudian ditimbun dengan alat penimbun dari kayu gelondong dan ditarik dengan hewan (kuda, sapi atau kerbau). Jarak antara larikan dengan larikan lain adalah 40 cm.

Cara tugal

Dengan menyiapkan alat tugal yang terbuat dari kayu yang runcing ujungnya. Alat lain adalah tali yang dilengkapi dengan puntung/simpul pengatur jarak tanam. Jarak tanam yang dianjurkan adalah 20 x 30 cm.

Alat tugal ditancap pada jarak tanam yang dikehendaki kemudian benih dimasukkan dalam lubang tugal dengan cara menjepit benih dengan ibu jari dan telunjuk. Kemudian lubang yang telah terisi ditutup dengan tanah.

Pemupukan

Pemupukan tanaman jewawut biasanya menggunakan pupuk organik berupa pupuk kandang dan pupuk anorganik seperti pupuk SP-36, KCl, Urea atau ZA. 

Pemupukan dengan menggunakan pupuk kandang dilakukan pada saat pencangkulan atau pembajakan lahan dengan tujuan untuk memperbaiki struktur tanah. 

Sedangkan pemupukan dengan pupuk anorganik dilakukan secara bertahap hingga tiga kali yaitu, pemupukan dengan menggunakan pupuk SP-36 dilakukan sebelum penanaman, pemupukan dengan KCl, ZA/Urea diberikan pada saat tanaman berumur 2-3 minggu setelah tanam (Anonim, 2007). 

Perlindungan Tanaman

Pemeliharaan tanaman jewawut meliputi penyiangan, penyulaman, pemupukan serta pemberantasan hama dan penyakit. 

Penyiangan dilakukan dengan cara mekanis yaitu dengan menggunakan alat yang sederhana seperti cangkul, sabit atau dengan mencabut langsung dengan tangan. 

Penyiangan pertama dilakukan pada saat tanaman berumur 3-4 minggu, sebab tanaman yang masih muda sangat peka terhadap pengaruh lingkungan.

Penyulaman jarang dilakukan pada tanaman ini karena pada umumnya petani menanam tanaman ini dengan sistem sebar langsung, jika penanaman dilakukan dengan sistem tugal maka penyulaman dilakukan pada saat tanaman berumur 1-3 minggu setelah tanam (Anonim,1990).

Hama utama pada tanaman jewawut adalah babi, tikus, penggerek batang, dan burung pipit sedangkan penyakit yang biasa menyerang tanaman ini adalah penyakit blast, penyakit fusarium, dan lain sebagainya. 

Penyakit yang terdapat pada tanaman Jewawut hampir sama dengan penyakit yang menyerang tanaman padi namun tanaman ini masih sangat jarang terserang penyakit. 

Jika tanaman ini terserang penyakit maka dapat dikendalikan dengan mengambil tanaman yang terserang lalu membasminya dengan cara membakar. 

Pengendalian hama pada tanaman ini dilakukan dengan menerapkan konsep pengendalian hama terpadu, dengan cara bercocok tanam dengan pergiliran tanaman, mengatur jarak tanam, dan melakukan sanitasi yang bertujuan untuk menghilangkan sumber serangan dengan melakukan pembersihan semak-semak yang merupakan tempat persembunyian organisme pengganggu tanaman tersebut (Anonim, 2007).

Tanaman jewawut akan mengalami penurunan produksi yang besar jika diserang oleh hama burung pipit, karena hama ini menyerang bagian biji/malai tanaman sehingga mengakibatkan tangkai malai mengalami kerusakan, malai patah dan biji berjatuhan, hama ini sukar sekali dikendalikan oleh petani. 

Namun petani dapat melakukan pencegahan dengan melakukan pengawasan yang ketat dengan cara menghalangi segala macam burung yang akan memakan biji dan dapat juga dilakukan dengan memasang orang-orangan, dan apa saja yang dapat digerakkan dengan tali dari jarak jauh (Anonim, 1990).

Pengairan

Juwawut dapat ditanam di daerah semi kering dengan curah hujan kurang dari 125 mm selama masa pertumbuhan yang pada umumnya 3-4 bulan. 

Jewawut ditanam di tegalan yang kebutuhan airnya hanya tergantung pada hujan. Tanaman ini tidak tahan terhadap genangan dan rentan terhadap periode musim kering yang lama. 

Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada area dengan kelembapan yang rendah, dan tidak dapat mentolerir genangan pada masa perkecambahan dan pertumbuhannya. Hal ini menandakan bahwa tanaman juwawut tidak mampu tumbuh pada kondisi lingkungan basah (Oelke, et al., 1990).

Panen

Pemanenan dilakukan pada tanaman jewawut dengan waktu, alat dan cara yang tepat. Adapun waktu yang tepat yaitu pada saat tanaman berumur 70 - 80 hari yang ditandai dengan perubahan warna yang terjadi pada malam dan saat 85% butir-butir jewawut telah menguning, alat yang digunakan merupakan alat yang memiliki tingkat efisiensi yang tinggi dan kehilangan yang rendah. 

Cara yang tepat adalah melakukan pemanenan dengan cara tradisional yaitu menggunakan alat seperti sabit atau anai-anai (ketam), agar dapat mengurangi kerusakan pada butir-butir jewawut seperti terhindar dari campuran benih lain, butir jewawut tidak tercecer sehingga varietasnya tetap terjaga (Anonim, 2007).

Itulah informasi tentang cara budidaya tanaman jewawut yang baik dan benar agar hasil yang di dapatkan sesuai harapan mudah-mudahan bisa bermanfaat dan menambah wawasan Anda, Selamat mencoba !


Sumber :

  1. Anonim. 1990. Budidaya Tanaman Padi. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
  2. Anonim.2007. Budidaya & Aneka Olahan Juwawut. Seksi penelitian dan pengembangan Kantor Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Kabupaten Polewali Mandar Sulawesi Barat.
  3. Grubben, G.J.H., dan S. Partohardjono. 1996. Cereal: Plant Resources of South-East Asia No. 10. PROSEA Bogor
  4. Oelke, et.al., 1990. Millets. Department of Agronomy, College of Agricultural and Life Sciences and Cooperative Extension Service, University of Wisconsin-Madison.
  5. Rismunandar., 1992. Sorgum Tanaman Serba Guna. Penerbit Sinar Baru. Bandung.

Post a Comment for "Budidaya Tanaman Jewawut"