Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Konsep Pengelolaan Agribisnis Kakao

Konsep Pengelolaan Agribisnis Kakao - Secara harfiah pengelolaan agribisnis kakao diartikan sebagai proses melakukan kegiatan agribisnis dengan menggerakkan sumberdaya yang dimiliki dalam usahatani kakao.  

Pengelolaan agribisnis kakao

Sedangkan agribisnis didefinisikan sebagai “the sum total of all operations involved in the manufacture and distribution of farm supplies; production operations on the farm, processing and distribution of farm commodities and item made from them” (David dan Goldberg, 1957, dalam Saragih, 2001:1-2).

Agribisnis adalah kegiatan menyeluruh dalam suatu usaha pertanian yang dimulai dari pengadaan agroinput, proses produksi usahatani, prosesing dan pengolahan hasil usahatani, serta distribusi dan pemasaran produk yang dihasilkan dalam usahatani. Membangun agribisnis berarti mengintegrasikan pembangunan pertanian, industri dan jasa.

Pengelolaan agribisnis kakao merupakan suatu bentuk dari keterkaitan kegiatan proses produksi usahatani (on-farm) dan prosesing, pengolahan dan distribusi serta pemasaran hasil usahatani (off-farm) komoditi kakao dengan mengembangkan 4 (empat) subsistem agribisnis secara simultan dan harmonis. 

Keempat subsistem agribisnis yang dimaksud adalah subsistem agribisnis hulu seperti pembibitan tanaman kakao dan usaha penyediaan sarana produksi usahatani; subsistem usaha budidaya kakao; subsistem agribisnis hilir yakni industri pengolahan komoditas kakao dan perdagangannya; dan subsistem jasa penunjang agribisnis seperti penelitian dan pengembangan, penelitian dan pelatihan, perkreditan, transportasi, kebijakan ekonomi, dan lainnya (Saragih, 2001:8).

Menurut Pambudy dkk (1999:4-10), bahwa keunggulan bersaing sektor Agribisnis dicapai bila hanya subsektor saja yang berkembang sementara subsektor lainnya tidak berkembang. 

Agribisnis adalah konsep baru dalam cara melihat sektor pertanian, karena menempatkan agroindustri ke dalam agribisnis yang diabaikan dalam konsep tradisional. 

Konsep pertanian tradisional hanya menekankan pada perilaku sistem produksi dan usahatani, sehingga berimplikasi kerugian bagi pembangunan pertanian secara keseluruhan (terutama pedesaan). 

Kerugian tersebut, terlihat bahwa pertanian dan pedesaan hanya sebagai sumber produksi primer yang berasal dari tumbuhan dan hewan, tanpa menyadari potensi bisnis yang sangat besar yang berbasis pada produk-produk primer tersebut. 

Tuntutan pembangunan yang telah dan sedang berjalan, hendaknya dilaksanakan melalui tiga evolusi pendekatan yaitu pendekatan teknis, pendekatan terpadu, dan pendekatan agribisnis.

Dalam usahatani modern, pengembangan sistem dan usaha agribisnis menjadi sangat penting dan strategis. 

Pembangunan sistem agribisnis merupakan suatu upaya membangun daya saing agribisnis melalui transformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan bersaing pada produk kakao pada lahan kering. 

Keputusan yang diambil oleh setiap petani selaku pengelola antara lain mencakup; menentukan pilihan dari berbagai tanaman yang mungkin ditanam pada sebidang tanah, menentukan komoditas yang sebaiknya diusahakan, dan menentukan cara membagi waktu kerja diantara berbagai pekerjaan, terutama pada saat-saat berbagai pekerjaan itu dilakukan secara serentak (Mosher, 1981:35).

Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan (2004:27) menegaskan bahwa pengelolaan komoditas unggulan perkebunan sebagai pendekatan pembangunan dapat dilihat dari beberapa sudut pandang yaitu : (a) dimensi ruang sebagai suatu kawasan atau wilayah yang terukur dari segi fisik, ekonomi, dan sosial yang merupakan tempat berlangsungnya sistem dan usaha agribisnis berbasis perkebunan yang didukung oleh komponen-komponen fisik berupa areal budidaya perkebunan dan potensi untuk pengembangannya, masyarakat setempat dan pelaku usaha perkebunan yang sebagian besar atau seluruhnya memperoleh pendapatan utama dari usaha perkebunan, sarana dan prasarana pendukung, dan adanya hubungan kegiatan antara komponen; (b) dimensi waktu sebagai suatu proses kegiatan sub-sub sistem yang saling bersinergi dari suatu sistem dan usaha agribisnis di suatu wilayah yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat dan pelaku usaha perkebunan untuk mencapai kondisi yang diharapkan melalui tahapan pengembangan yang direncanakan dalam jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang; (c) dimensi manajemen sebagai suatu tatanan penyelenggaraan sistem dan usaha agribisnis berbasis perkebunan yang dilakukan oleh masyarakat setempat dan pelaku usaha perkebunan dalam kawasan tertentu dengan menerapkan prinsip manajemen dan kebersamaan ekonomi untuk mencapai peningkatan kesejahteraan masyarakat yang selaras, berkeadilan dan berkesinambungan. 

Tujuan pengelolaan agribisnis kakao pada lahan kering adalah membangun masyarakat perkebunan yang berbudaya industri dengan landasan efisiensi, produktif dan berkelanjutan. 

Kakao sebagai komoditi unggulan yang akan dikembangkan memenuhi parameter antara lain: mampu dikelola (manageable), orientasi pasar (market oriented), ketersediaan sarana dan prasarana (infrastructure capacity), keterkaitan masyarakat (community relationship), keterpaduan sistem dan usaha agribisnis (on-farm and off-farm).

Pengelolaan sektor agribisnis kakao yang utama adalah kemampuan menyeluruh yang dimiliki petani dalam melakukan sistem dan usaha agribisnis kakao pada usahatani lahan kering, yang meliputi; kemampuan menyiapkan sarana produksi usahatani, kemampuan melakukan proses produksi usahatani, kemampuan melakukan pengolahan biji kakao yang bermutu, kemampuan memilih jalur pemasaran yang efektif, dan kemampuan mengambil keputusan dengan rasa percaya diri yang tinggi, sehingga petani kakao mampu mengintegrasikan kegiatan agribisnis secara utuh sebagai wujud perilaku agribisnis.



Sumber :

  1. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2004. Pedoman Pelaksanaan Pembangunan Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan (KIM-BUN). Direktorat Bina Produksi Perkebunan Ditjenbun. Deptan RI. Jakarta.
  2. Mosher AT. 1981. Getting Agriculture Moving. Alih Bahasa ; Krisnandhi dan Bahrin Samad. Yasaguna. Jakarta.
  3. Pambudy R, T.Sipayung, W.B. Priatna, Burhanuddin, A.Kriswantriyono, dan A.Satria. 1999. Bisnis dan Kewirausahaan dalam Sistem Agribisnis. Pustaka Wirausaha Muda. Bogor.
  4. Rayuddin. 2010. Pengembangan Kompetensi Agribisnis Petani Kakao Di Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.Bogor
  5. Saragih B. 2001. Suara Dari Bogor; Membangun Sistem Agribisnis. Sucofindo. Bogor.

Post a Comment for "Konsep Pengelolaan Agribisnis Kakao"